Saya Bisa Menulis Dongeng!
Posted by dongeng anak nusantara
On 05.06
Hai teman-teman yang tergabung dalam group Paradoks, perkenalkan saya Vanda Yulianti, seorang ibu dengan dua putra yang saat ini memiliki profesi menulis fiksi anak. Ketika bergabung dengan group FB Paradoks, Admin, “menyambut” kedatangan saya dengan mem-publish salah satu cerita anak karya saya yang sudah lama “tergolek” di blog saya. Terima kasih. Terima kasih juga untuk teman-teman baru yang memberi komentar atau jempol.
Atas permintaan salah seorang admin group pula, saya “memberanikan” diri berbagi di forum ini. Saya ingin berbagi pengalaman, “Bagaimana sih, menciptakan sebuah cerita anak itu?”. Sebenarnya, saya pun masih sangat baru di dunia penulisan fiksi anak, jadi maaf ya, kalau ada kalimat yang kurang. Silakan dikoreksi dan kita sama-sama membenahi :)
Awal mula saya terjun di dunia penulisan anak adalah karena saya suka membaca. Dari membaca, lalu mengumpulkan buku-buku cerita, membayangkan isi cerita yang dibaca, berkhayal, bermain karakter sebagai tokoh dalam cerita, membuat saya menuangkan hasil olah imajinasi itu ke dalam tulisan. Karya pertama saya, buku berjudul “Mirel The Sweet Butterfly” (penerbit Erlangga For Kids) - 2005, adalah contoh “kenekatan” olah imajinasi. Buku pertama ini merupakan buku untuk balita, dengan tujuan mengenalkan aneka serangga sebagai karakter cerita, seperti kupu-kupu, kumbang, kepik, dan lebah.
Darimana idenya?
Dari melihat polah putra pertama saya yang sedang seru-serunya bertanya tentang serangga!
Jadi, bagi saya, modal awal menulis fiksi anak itu adalah, senang membaca cerita anak dan bisa menyaring ide dari lingkungan terdekat. Kebetulan saya punya anak, ya anak saya-lah yang menjadi sumber ide.
Lalu, setelah buku pertama, saya mulai mendapat kesempatan membuat serial petualang anak-anak di majalah Bravo (Erlangga). Wah, saya mendapat tantangan, isi cerita saya “naik kelas” dari buku balita dengan kalimat sederhana dan permainan gambar yang indah, menjadi cerita untuk anak sekolah dasar yang harus lebih “seru”, badung, serba ingin tahu, cerdas dan berani. Dari situ, saya mengingat masa ketika saya duduk di bangku SD, kebetulan anak saya sudah beranjak SD, saya perhatikan bagaimana dia dan teman-temannya di sekolah.
Modal kedua, saya simpulkan, saya bisa menarik ide cerita dengan pengalaman masa kecil saya.
Walau terdengar klise, dua modal menulis fiksi anak diatas, bisa menjadi pijakan ide-ide yang mengalir deras dan “gila”.
Saat ini, seiring dengan waktu dan karya saya yang lumayan bertambah, apa pun yang saya alami sekarang, bisa menjadi sebuah dongeng yang menarik untuk anak-anak. Contoh, ketika saya mendapat warisan sebuah cermin antik dari mendiang nenek saya, mengalirlah cerita “Cermin Seribu Kisah” yang saya buat naskah itu untuk majalah Chaki. Lalu, ketika bunga asoka di halaman semakin subur, lahirlah cerita “Cerita Bunga Asoka”, untuk beberapa ide, saya senantiasa menyisipkan fakta nyata tentang karakter dalam fiksi saya, seperti bunga asoka yang ternyata adalah bunga yang dianggap membawa kebaikan karena Sang Budha dilahirkan di kerimbunan asoka, misalnya. Atau fakta-fakta lainnya yang bersifat ilmu pengetahuan umum.
Fakta nyata ini bisa kita jelajah dari rajin membuka internet, kan? :)
Jadi, modal ketiga adalah konsep cerita. Bagaimana cerita yang kita buat mampu menambah wawasan pembaca kecil kita. Terutama untuk karya yang orisinil kita buat, ya?
Kebetulan saya didukung satu sponsor dan penerbit Happy & Happy, telah meluncurkan 2 buku berisi masing-masing 10 dongeng, bertajuk “10 Kisah Dongeng Untuk Anak Indonesia”. Di sini konsep yang diangkat adalah mengenalkan cerita dengan latar belakang Indonesia, agar anak-anak Indonesia lebih kenal dengan budayanya. Dari 10 dongeng, 8 adalah karya asli saya dan 2 adalah cerita rakyat yang terkenal. Sengaja saya sisipkan, agar anak-anak tetap mengenal cerita-cerita klasik Nusantara.
Kira-kira demikian sharing saya tentang menulis cerita anak. Mungkin teman-teman lain ada yang memiliki pengalaman lain yang lebih seru?
Kalau salah seorang admin group Paradoks berpendapat di wall saya kemarin, kira-kira demikian kalimatnya : “Saya hanya punya semangat, tetapi tidak mengerti teknik penulisan yang baik”, saya rasa modal utama, diatas modal-modal yang saya sudah jabarkan adalah : SEMANGAT! Saya bisa menulis dongeng!
Salam Hangat,
Vanda Yulianti : peserta PARADOKS 2011